follow me @wirhii

Sabtu, 19 Januari 2019

Beropini : Berislam? Belajarlah pada ahlinya


pict source : https://www.google.com/url?sa=i&source=images&cd=&cad=rja&uact=8&ved=2ahUKEwihmcWE-_nfAhXBPI8KHff_CcsQjRx6BAgBEAU&url=https%3A%2F%2Fwww.salesforce.com%2Fblog%2F2016%2F04%2Fbuild-your-personal-brand-with-social-media.html&psig=AOvVaw3FGgkyOeEsS_UOc6z5joNT&ust=1547991193028790

Pertama kali saya kenal dengan sosial media adalah saat saya masih duduk di bangku SMP, which is saya sekolah di pesantren kala itu. Masa - masa tersebut adalah masa dimana saya sama sekali gaptek, gak kenal google, opera mini, email, etc. bahkan flashdisk aja saya gak tau fungsi dan bentuknya kayak gimana.  

Kalo lagi belajar bahasa arab dan inggris atau lagi baca kitab - kitab kuning apalagi, kagak bisa googling sama sekali buat translate. Satu - satunya sosial media yang saya kenal adalah facebook. Saya masih ingat dengan jelas akun facebook pun bukan saya yang buat, melainkan adik saya yang masih duduk di bangku sd. Saya cuma pake facebook di hari libur dan terkadang dipake buat update status doang. Statusnya yang lucu - lucu aja, kadang puisi, kalimat - kalimat galau, kadang juga dipake buat ngestalking dan ngechat doi wkwk -.- 

Saya sangat yakin hal yang saya alami ini, sebagian besar terjadi pada generasi saya juga. Pada intinya kala itu, sosial media dipake cuma buat laporan iseng - iseng aja dengan cara update status, atau paling enggak dipake buat ngechat teman - teman dekat, cari teman baru, kalaupun kita komen status orang lain.... sangat jarang dipake buat nengebully, menghujat, menghina, ataupun menyebar ketidakbaikan seperti pornografi, isu - isu buruk yang membawa nama agama, ras, suku, dan budaya.

Opini yang ingin saya tulis kali ini tentang maraknya sosial media yang dijadikan sebagai wadah menebar isu - isu sensitif khususnya dalam berislam. 

Saya sangat bersyukur, era teknologi semakin maju, informasi semakin mudah diraih, ilmu semakin mudah digenggam. Saking majunya teknologi, ilmu apapun bisa dicari dan disuarakan contohnya saja ilmu agama, budaya, seni, kesehatan, bahkan politik. Namun ada hal yang sangat disayangkan dari semua itu, tidak jarang pengguna sosial media menebar isu agama tanpa disertai dalil yang jelas. Kebanyakan dari mereka menjadikan opininya sebagai fatwa. Agama adalah hal yang pasti, kalau saja matematika dan fisika ada rumus untuk pembuktian hasil, begitupun dengan agama, ilmunya harus disertai dalil. Itulah mengapa as my experiences, selama ini dalam forum resmi seperti event debate, speech, atau MUN (Model of United Nation) selalu dilarang bersuara ataupun menyinggung tentang SARA (Suku, agama, dan ras) ketika berargumen terhadap suatu permasalahan, karena ilmu agama tidak berasal dari opini dan tidak mengandalkan logika semata.

Sudah banyak influencer bertopeng influencer about islam entah itu karena mereka menjadi viral, or maybe karena mereka kritis dalam berfikir di sosial media hingga tiba - tiba menjadi influencer bagi followersnya, padahal kita belum tahu dengan jelas latar belakang ilmu agamanya sudah sedalam apa. Mereka dengan berani menyuarakan pendapatnya tentang berislam dan berdalih bahwa pemikirannya itu berdasarkan hal yang logis, automaticly because they are influencer, their followers will take a note (getting influenced) for everything they did, their opinions, even their attitude. Contoh kecil ketika keliru dalam menafsirkan ayat. Padahal sudah banyak pakar agama (ustad) dengan latar belakang ilmunya jelas berasal darimana, apa yang disampaikannya pun disertai dalil, hanya saja karena pakar tersebut enggan dilirik sebab tidak terlalu berpengaruh di kalangan warganet, mungkin karena kurang ganteng, kurang cantik atau kurang terkenal, atau sang ahli terlalu keras dalam menyampaikan makanya hanya sedikit yang mengambil pelajaran darinya. Damn, seriously? it's abaot physically shaming again?

Serahkanlah pada pakarnya, kalau saja ilmu bedah hanya dikuasai oleh dokter bedah, pun begitu dengan ilmu agama hanya dikuasai oleh ahlinya saja. Kalau ada yang memancing kamu untuk berdebat mengenai permasalahan agama, mending gak usah diladeni diamin aja, tampung aja argumennya kemudian tanyakan ke ahlinya. 

Bagaimana jika sang pakar yang jelas pendidikannya tapi melakukan kesalahan dalam menebar ilmu? yah.... paling tidak mereka telah melewati yang namanya proses pembelajaran, proses pendidikan, sehingga mereka lebih dalam ilmunya dibanding influencer yang tiba - tiba aja viral karena pemikirannya. Pun apabila sang pakar melakukan kesalahan boleh jadi berasal dari kekhilafan atau tuntutan baginya untuk mendalami ilmu tersebut lebih dalam lagi. Ditegur boleh gak? yah boleh aja tapi didasari dengan pembuktian (ada ilmu atau dalilnya). Kadang juga terjadi perbedaan pendapat antara pakar yang satu dengan pakar yang lainnya (ustad A manhajnya berbeda dengan ustad B), maka saran saya adalah pilahlah sesuai dengan keyakinan kita (yang mampu diterima oleh hati). Jika sikap toleran mampu dihadirkan diantara pemeluk agama yang berbeda, bukankah dalam satu agama yang samapun sikap toleran tetap harus bahkan sangat mudah diadakan? sebab dalam berislam seringkali kita berhadapan dengan perbedaan manhaj ataupun mazhab, namun bukan menjadi alasan untuk perpecahan sesama umat.

Sekali lagi tidaklah benar pabila kita berdebat atau menebar isu mengenai agama jika bukan ahli atau pakarnya, apalagi bersuara tentang islam tanpa dalil yang jelas hukumnya. Opini ini bukan untuk melarang pembaca menebar kebaikan tentang berislam di sosial media karena bukan sebagai ahli yang sebenar - benarnya, melainkan lebih membuka pemikiran pembaca agar sekiranya pintar - pintar dalam mencari ilmu agar bermanfaat saat mengamalkannya, pun sekira - kiranya pintar - pintar mencari tahu kebenaran dari isu yang tersebarluaskan bahkan disetujui oleh kebanyakan publik agar tidak terjebak dalam kejahiliyaan. Penulis opini ini bukanlah sang pakar ataupun ahli, penulis hanya menyampaikan apa yang dianngap baik oleh penulis. Maka perbedaan pendapat sudah pasti akan terjadi, untuk itu marilah kita  juga menumbuhkan sikap toleran pada perbedaan pendapat. Ambil baiknya, buang buruknya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar