follow me @wirhii

Minggu, 07 April 2013

How To Show You? (part 1)

7:20 PM 0 Comments
AKU..letih bibir mengucap kangen,,

..lelah raga ku untuk ungkapkan yang ada...

..,perasaan yang mengganjal di liang hati,,,,,,,,

,,,berulang kali ungkap rasa yang kurasa...

...tak kuasa lama2 bila tersimpan tak di lontarkan........



.....ingin dekat dengan mu ,

,,walaupun berdiam tak ada kata,,,,

,,tak ingin ungkapkan kata,

,. bagimu kata2 ku angin yang sekejap menghilang...




..mungkin kau kan jauh,,

,mungkin juga kau tak akan mengenal ku lagi,,,

...tapi apakah mungkin aku kan bisa jauh

dan tak mw mengenal mu lagi...



.bila kau menjauh aku kan mendekat,,,

..saat kau mendekat mungkin aku sudah menjauh,,,

,,tapi mungkin kah kau akan mendekat ,,,,??????????{tak tau}}}


karya sahabat

di depan kelas pada mata pelajaran Bahasa Indonesia Sinta membacakan puisi itu dengan keseriusan yang sampai membuatku harus terhanyut dibawah suasana, rasanya nyessek banget  ngedenger puisi ini. Gimana gak nyessek, seakan-akan tokoh yang diceritrakan di puisi ini adalah gue.

Bait - per bait mengingatkanku kepada peristiwa yang terjadi antara aku, Riski, dan Nia yang dulunya sahabat sejatiku. Peristiwa yang mengingatkan saat aku dicampakan oleh Riski hanya karena tak dibiarkan menembus ruang hatinya, hanya karena baginya aku hanyalah seorang pengganggu dalam hidupnya. hanya karena...

Ahh,, kenapa bayangmu selalu ada di pikiranku Riski? Sangat susah untuk membuang semua hal tentang kamu dari fikiranku, mulai dari sayang sampai benciinya aku sama kamu. Rasa ini sudah bercampuk aduk yang membuatku dilema sebenarnya aku masih sayang atau sudah membencimu?

Saking tak terasanya aku melamun karena menghayati puisi yang dibawakan sinta, aku benar-benar tidak menyadari kalau kelas sudah kosong. Semua teman-temanku yang lain sudah pada pulang, kecuali Dhea. Barulah aku tersadar saat Dhea menyadarkanku dari lamunan yang merupakan mimpi buruk bagiku.

"Hey! Thalita, waduh siang-siang gini jangan ngelamun ta' entar lo kesambet".

"Eh, Dhea. nggak gue gak ngelamun kok."

"Udahlah, yuk kita pulang." Dhea menarik tanganku

"Em, kamu pulang duluan aja yah. Aku masih mau tinggal di sini." akupun menolak ajakan dhea dan tetap duduk di kelas ditemani oleh ributnya suara siswa lain yang ada di luar kelas. Lama kelamaan rasanya bosan juga duduk ngelamun sendirian di kelas, maka dari itu kuputuskan untuk pulang.


Akupun mengendarai motor beat biruku, di perjalanan pulang kulihat suatu tempat yang menarik perhatianku. Tempat ini seakan memaksaku untuk memarkir motor agar aku dapat melihat tempat yg menarik perhatianku ini. Ternyata, aku baru menyadari kalau di tempat ini tepat di depan gerbang sekolahku waktu masih SMP dulunya adalah tempat pertama kali aku bertemu dengan Risky. Ternyata, bukan masalah tempatnya yang menarik hatiku untuk mengunjungi tempat ini. permasalahnnya adalah Risky ada tepat di hadapanku. Hatiku bagaikan balon udara yg kehabisan gas, ujung lidahku  mulai membeku dan menjalar sampai tenggerokanku. Mataku hanya bisa melihat sepatu yang dia pakai, kucoba membalikan badanku dan mulai melangkahkan kaki menjauh dari tempat itu.


"Thalita, Thalitaaa." Tiba-tiba terdengar suara yang tak asing itu, kuberhenti sejenak di tempatku dan berusaha untuk tidak berbalik ke belakang. 5 detik kemudian kulanjutkan langkahku untuk menjauh dari tempat itu.

 "Thalita, tunggu." Risky menahanku.

"Ada apa Risky? kalau mau cari masalah jangan sekarang yah. Nanti aja, kalau gue punya waktu buat main-main." dengan mata sinis kalimat ini keluar secara refleks, oh my god aku juga gak tahu bisa-bisanya kalimat itu keluar dari mulutku.

"Ya ampun Thal, kamu kenak-kanakan banget yah. Aku cuman mau nanya alamatnya kepala sekolah kita dulu itu di mana?" balas Risky dengan tatapan seakan-akan mau menjatuhkanku alias buat gue malu.

"Oh itu, kamu tanya aja sama Nia. SMS dia bisa kan? soalnya gue cuma tau tempatnya tapi gak tahu alamat jelasnya." kupasang senyuman kecut di hadapannya.

"hemm ya udah, oke."

"oke, kalau gitu. dah." kunaikan tanganku sambil melambai satu kali dan kembali melanjutkan langkahku menuju tempat terpakirnya motorku.

dear diary,

hari ini gue ketemu sama prince of white horse. terjadi percakapan singkat yang gak penting buat gue. gak ada yang berubah dari dirinya, dari dulu sampai sekarang rasanya sama aja. karena dulu sampai sekarang aku masih tetap mikirin dia, aaaa udahlah untung kalau dia juga masih mikirin aku. kalau nggak? apa aku ini orang yang paling bodoh di dunia, karena terus berharap akan sesuatu yang mustahil .aku masih ingat kejadian waktu itu, kejadian di mana kalimat "astaga Thalita, aku harap kamu jangan gr yah. selama ini aku ngedeketin kamu karena aku sayang sama sahabat loh. Maaf kalau ini menyakitkan, tapi kenyataanya emang seperti itu. dan kamu gak boleh paksa aku buat suka sama kamu, kamu gak boleh ngelarang aku sayang sama sahabat kamu. is this clear, right?" keluar dari mulut risky di hadapan banyak orang. Damn! kalimat ini merupakan mimpi buruk dalam hidup gue.

Pagi yang indah, membuat gue tergoda akan aromanya yang khas dan memaksa gue buat ngelupain kejadian kemarin. keep smile Thalita. Seperti biasa, gue adalah orang yang selalu datang duluan diantara teman-teman kelas gue. Sambil nunggu yang lain datang gue luangin waktu buat lanjutin baca novel favorite gue, di bawah pohon depan kelas. Aroma pagi yang khas itu tiba-tiba tergantikan oleh aroma yang sangat kukenal, aroma yang menyisakan kenangan.

"ah, hidungku pasti salah. kalaupun memang benar kan bukan cuma risky di dunia ini yang memakai parfum ini."

 akupun lanjut membaca, tiba - tiba  aku dikejutkan oleh seseorang yang melintas di hadapanku. aku tidak sempat melihat wajahnya, tetapi aku tahu orang itulah yang memiliki aroma parfum seperti aroma parfum Risky. ini benar - benar tidak membuatku nyaman, hatiku akan terus penasaran jika tidak melihat wajah orang itu. maka kuputuskan untuk memanggilnya.


"hei, permisi..." aku berteriak memanggil orang itu yang sudah melangkah jauh dariku.


orang itu tidak berhenti, maka kukejar. "RISKY.." aku berteriak. entah mengapa aku memanggil nama Risky kepada orang itu, tapi anehnya orang itu berhenti. tanganku mulai gemetar dan kuputuskan untuk berbalik. saat kulangkahkan kakiku untuk kembali ke kelas tiba-tiba "Thalita...kamu thalita yah?" orang itu memanggilku. akupun berbalik dan....... dia benar-benar Risky.

"loh, Ri...ris...ky ngapain kamu di sini?" dengan gagap aku menanyakan pertanyaan itu.

"oh, pasti kamu kaget yah. aku dan Nia pindah ke sekolah ini."

"pindah? kamu dan Nia?" aku kaget

"iya, emangnya salah yah? maaf kalau buat kamu nggak nyaman. tapi aku dan Nia pindah ke sekolah ini karena punya alasan."

"alasan? alasan apa?" aku bertanya dengan wajah dan aksen seperti orang yang ingin mati penasaran.

"maaf, tapi kamu gak perlu tahu. ini urusan pribadi. eh, Sorry aku  harus ke kantor guru."

"eh..eh iya udah kamu pergi sana."

sumpah kenapa setelah kejadian buruk di masa lalu itu terjadi, setiap bertemu dengan Risky aku benar-benar selalu bertingkah bodoh. dan juga alasan? apa alasan Risky dan Nia pindah ke sekolah ini? selama ini, aku udah cukup tenang karena jarang bertemu dengan mereka lagi. Tapi..... yah aku tidak boleh bersikap seperti anak kecil, aku harus bersikap seperti biasanya, anggap saja mereka itu adalah orang yang baru kukenal. toh, seiring jalannya waktu aku pasti bisa membiasakan diri.



2 bulanpun berlalu, aku sekelas dengan Risky dan Nia tapi syukurlah ternyata aku bisa menjalaninya. Walaupun kami bertiga tidak pernah saling berbicara, ataupun saling sapa. Aku ingin mengajak mereka berbicara tapi aku juga tidak ingin. kenangan itu masih belum bisa kulupa.



4 tahun lalu saat aku masih duduk di kelas 2 SMP aku menyukai seseorang yang bisa dibilang cinta pertamaku, di masa puberku ini pastinya aku sering curhat dengan sahabatku Nia tentang orang yang kusukai itu. Entah kenapa, aku merasa orang itu sering memandangku. Sehingga akupun berkesimpulan kalau dia juga suka sama aku. yang bikin aku tambah yakin kalau dia juga suka sama aku, kita jadi sering chatting gitu di social network. Hari - hariku benar benar berwarna, setiap saat aku selalu berharap pagi cepat datang menghampiriku dan aku bisa pergi ke sekolah agar bisa bertemu dengannya, aku selalu memegang handphone agar bisa chattingan dengan dia.



Akupun merasa sangat berbunga - bunga karena setiap hari ada yang selalu menyemangati hariku, mengingatkanku untuk belajar dengan baik, mengajakku jalan-jalan. Aku gak peduli tentang status, yang kupikirkan hanyalah dia selalu dekat denganku. Tapi tak semua rasa manis yang kurasakan, perlahan - lahan rasa manis itu berubah menjadi hambar. Setiap dia mengajakku jalan ke luar, dia juga selalu ngajak Nia. Saat kami jalan bertiga, aku merasa tidak dipedulikan. Awalnya, itu tidak membuatku resah karena aku percaya dengan Nia. Tapi, lama kelamaan hatiku sangat resah walaupun aku selalu berusaha memikirkan hal positif namun instingku mengalahkan pikiran positif itu.



Maka aku memutuskan untuk menembak Risky, orang yang kusuka. Aku menuliskan sebuah surat, melalui surat itu aku bilang kalau dia adalah cinta pertamaku.

 to be continued